Saul (Hakham Yahudi) ataukah Paulus sang Rasul?
Paulus sang Rasul (3 M - 62 M): Nama Ibraninya adalah Saul. Seorang
penduduk Roma yang beragama Yahudi, lahir pada tahun 3 masehi di kota
Tarsus di sebelah selatan Turki, dari kedua orang tua Yahudi keturunan
Ibrahim. Ayahnya adalah orang Persia keturunan Benyamin anak Yakub
(Israel) (Roma 11:1). Paulus sendiri tidak meyakini ketuhanan Al-Masih.
Dia juga memandang para pengikut Al-Masih hanya sebagai ancaman agama
dan politik terhadap negara. Oleh karena itu dia menyiksa mereka dengan
siksaan yang sangat pedih dan mengusir mereka baik di dalam ataupun di
luar Yerusalem (Al-Quds).
Dalam perjalanannya dari Yerusalem
menuju Damaskus untuk menangkap orang-orang Kristen yang kabur dari
Yerusalem, dia berkata bahwa Al-Masih telah menampakkan diri kepadanya
dan menuntunnya ke jalan iman kepadanya (Kisah Para Rasul 22:1-11), dan
sejak saat itu Paulus memikul tugas menyebarkan ajaran Kristen, yang
mana dia menulis empat betas surat (dengan asumsi bahwa dia adalah
penulis surat kepada kaum Ibrani) yang seluruhnya dimasukkan ke dalam
Alkitab dan dijadikan landasan di masa yang akan datang -melalui
keputusan Dewan Gereja Umum- pembentukan agama Kristen seperti formatnya
yang sekarang ini. Sampai-sampai julukan agama Kristen berubah menjadi
Al-Masihiyyah Paulus (Kristen Paulus).
Paulus berpindah-pindah
tempat pada saat penyebaran ajaran Kristen ke beberapa negara (Cyprus,
Antiokhia, Yerusalem, Syria, dan Roma), hingga dia mati terbunuh di Roma
pada 22 Februari 62 Masehi (Ensiklopedia Encarta). Pendapat lain
mengatakan bahwa dia mati pada peristiwa terbakarnya Roma di masa
pemerintahan Nero pada bulan Juli 64 Masehi (Kamus Alkitab. Kamus
Alkitab juga menyebutkan pendapat Ensiklopedia di atas).
Pada
saat itu, kota Tarsus, kota di mana Paulus dibesarkan, merupakan pusat
perkembangan ilmu dan filsafat Stoicisme (ketenangan), yang memfokuskan
ajaran-ajarannya pada akhlak, dan aliran Panteisme (Wihdatui wujud).
Pengaruh aliran pemikiran tersebut tampak jelas dalam berbagai ungkapan
Paulus tentang dasar-dasar ajaran Kristen, seperti yang dijelaskan dalam
kamus Alkitab (Halaman: 196). Ini berarti bahwa Paulus memiliki latar
belakang budaya filsafat Yunani, dan juga budaya Yahudi (Perjanjian
Lama) karena dia orang Yahudi.
Kami akan memulai dengan menggambarkan Paulus tentang dirinya dalam suratnya kepada penduduk Roma, dia berkata:
[1] Dan Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul
(apostle) dan dikuduskan (separated) untuk memberitakan Injil Allah.
(Roma 1:1)
Dapat kita perhatikan ayat di atas, bahwa ungkapan
Yang dipanggil menjadi rasul berarti bahwa kata rasul adalah ungkapan
Paulus sendiri. Ini tidak sama artinya dengan kata Rasul untuk Nabi
Musa. Bisa jadi maksudnya apostle dalam bahasa Inggris yang juga berarti
murid (hawariy) bukan seorang nabi -seperti yang disebutkan dalam teks
King James dalam bahasa Inggris- ini merupakan kata yang tepat di dalam
menggambarkan hakekat Paulus yang menyatakan bahwa dia adalah seorang
murid dan bukan seorang nabi.
At-Tafsir At-Tathbiqi li Al-Kitab
Al-Muqaddas, halaman 2373 menjelaskan arti ayat di atas, "Ketika Paulus
seorang Yahudi yang fanatik dan yang suka menindas orang-orang Kristen
itu beriman maka Allah menggunakannya untuk menyebarkan Injil ke seluruh
dunia."
Demikianlah! Sebenarnya Paulus tidak memiliki risalah
khusus. Bahkan tugas utamanya hanya terbatas (menurut pemahamannya)
dalam penyebaran kabar gembira dan Injil, seperti yang dikatakannya:
[19] Oleh kuasa tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat dan oleh kuasa roh.
Demikianlah dalam perjalanan keliling dari Yerusalem ke llirikum, aku
telah memberitakan sepenuhnya Injil Kristus. (Roma 15:19)
Arti tersebut dipertegas kembali dalam ayat berikut ini:
[16] Kuulangi lagi: Jangan hendaknya ada orang yang menganggap aku
bodoh. Dan jika kamu menganggap demikian, terimalah aku sebagai orang
bodoh supaya aku pun boleh bermegah sedikit. [17] Apa yang aku katakan,
aku mengatakannya bukan sebagai orang yang berkata menurut firman Tuhan,
melainkan sebagai orang bodoh yang berkeyakinan, bahwa ia boleh
bermegah. (2 Korintus 11:16-17)
Seperti yang kita lihat, bahwa ini
adalah ayat yang menegaskan bahwa Paulus bukanlah seorang rasul atau
nabi, namun dia berusaha untuk masuk ke dalam golongan nabi, tanpa
wahyu. Paulus pun mengakuinya secara terang-terangan (Apa yang aku
katakan, aku mengatakannya bukan sebagai orang yang berkata menurut
firman Tuhan, melainkan sebagai orang bodoh) maksudnya adalah bahwa
perkataannya bukanlah wahyu, tapi hanya sekadar kebodohan dirinya, dan
dia berhak untuk bangga dengan kebodohannya, seperti yang tertulis dalam
terjemahan modern dari ayat tersebut
[16] Aku mengatakannya sekali
lagi: Jangan hendaknya ada orang yang menganggap aku bodoh. Dan jika
kamu menganggap demikian, terimalah aku sebagai orang bodoh supaya aku
bisa berbangga diri sedikit. (2 Korintus 11:16)
Paulus berusaha
mengangkat dirinya sendiri, dengan mengaku bahwa dia tidak jauh berbeda
dengan seorang rasul yang memiliki keistimewaan, meskipun dirinya
sendiri tidak berarti apa-apa, dan meskipun dia membanggakan
kebodohannya secara terang-terangan.
[11] Sungguh aku telah menjadi
bodoh, tetapi kamu yang memaksa aku. Sebenarnya aku harus kamu puji.
Karena meskipun aku tidak berarti sedikitpun, namun dalam segala hal aku
tidak kalah terhadap rasul-rasul yang luar biasa itu. (2 Korintus
12:11)
Terjemahan terbaru Alkitab memperjelas arti ayat tersebut,
[11] Sungguh aku telah menjadi bodoh, tetapi kamulah yang memaksa aku.
Sebenarnya kamu harus memujiku. Karena aku tidak berbeda dalam segala
hal dengan rasul-rasul yang luar biasa itu. (2 Korintus 12:11)
Seperti yang kita lihat bahwa Paulus mengakui kebodohannya secara
terang-terangan, meskipun demikian dia berusaha untuk mendapatkan
simpati dan pujian dari masyarakat (Sebenarnya kamu harus memujiku... ).
Tidak hanya itu, bahkan terkadang dia berbicara seperti orang gila,
ketika dia menjelaskan bahwa dia adalah pelayan utama Al-Masih dan
terbaik, karena dia lebih banyak memikul beban.
[22] Apakah mereka
orang lbrani? Aku juga orang Ibran. Apakah mereka orang Israel? Aku juga
orang Israel. Apakah mereka keturunan Abraham? Aku juga keturunan
Abraham. [23] Apakah mereka pelayan Kristus? -Aku berkata seperti orang
gila- aku lebih lagi! Aku banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam
penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. (2 Korintus
11:22-23)
Tidaklah benar bahwa Paulus terpaksa mengatakan hal itu,
karena orang-orang ragu dengan risalah yang dibawanya. Dalam kondisi apa
pun, seorang rasul tidak dibenarkan berbicara seperti orang gila.
Bagaimana mungkin orang-orang akan mempercayai perkataan orang gila?
Paulus berpendapat bahwa dirinya tidak jauh berbeda -sama sekali-
dengan para rasul yang memiliki kelebihan, meskipun dia mengakui bahwa
dirinya bodoh dan tidak berarti apa-apa! Dan Paulus terus meyakini hal
itu, meskipun dia tidak pandai dalam berkata-kata.
[5] Tetapi
menurut pendapatku sedikit pun aku tidak kurang dari pada rasul-rasul
yang tak ada taranya itu. [6] Jikalau aku kurang paham dalam hal
berkata-kata, tidaklah demikian dalam hal pengetahuan; sebab kami telah
menyatakannya kepada kamu pada segala waktu dan dalam segala hal. (2
Korintusl 1:5-6)
Paulus berusaha mencari dukungan orang-orang,
meskipun harus membayar mahal, rneskipun dia harus melepaskan keyakinan
Kristennya, dia rnengatakan:
[19] Sungguhpun aku bebas dari
semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku
boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. [20] Demikianlah bagi orang
Yahudi aku seperti orang Yabudi, supaya aku memenangkan orang-orang
Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi
seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak
hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang
hidup di bawah hukum Taurat. [21] Bagi orang-orang yang tidak hidup di
bawah hukum Taurat, aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah
hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup diluar hukum Allah, karena aku
hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku memenangkan mereka yang tidak
hidup di bawah hukum Taurat. (1 Korintus 9:19-21)
Ini merupakan ayat
yang merefleksikan filsafat Paulus secara umum, dia membaca dengan cara
apa saja, dan melalui agama apa saja, demi mendapatkan daya tarik
masyarakat dan popularitas mereka (Bagi orang-orang yang tidak hidup di
bawah hukum Taurat, aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah
hukum Taurat), dia berusaha untuk mendapatkan keuntungan dengan semua
resiko, meskipun dia harus tampil seperti penyembah berhala!
Secara jelas terlihat bahwa pemikiran tersebut bukanlah wahyu Tuhan,
jika hal itu ditinjau dari segala aspek. Wahyu Tuhan yang benar
(Perjanjian Terbaru) haruslah terbebas dari penerimaan dan penolakan
manusia terhadap rasul. Yang wajib dilakukan oleh rasul, hanyalah
membawa agama yang benar saja, tanpa melihat apakah agama yang dibawanya
diterima oleh masyarakat atau tidak. Bukanlah sikap yang dapat
dibenarkan, jika seorang rasul membaca sesuai dengan keinginan suatu
kelompok, karena hal yang demikian itu dapat menghilangkan esensi agama
dalam tabligh Ilahi. Inilah firman Allah yang khusus diberikan kepada
setiap rasul,
"Jika kamu berpaling, maka sungguh telah kusampaikan
kepadamu petunjuk yang aku diutus untuk menyampaikannya. Dan Tuhanku
akan menggantikan kamu dengan kaum yang lain dan kamu tidak dapat
membuat mudarat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha
Pemelihara segala sesuatu." (Hud: 57)
Maksud ayat di atas adalah,
jika mereka berpaling atau menantang para nabi dan rasul, maka hendaknya
nabi/rasul itu mengatakan kepada mereka, "Aku telah menyampaikan apa
yang telah ditugaskan kepadaku untuk kalian semua, jika kalian
mengambilnya, maka itu adalah sebuah keberuntungan bagi kalian, dan jika
kalian meninggalkannya, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan
menggantikan kalian dengan sebuah kaum yang lain, lalu mengadzab kalian,
kalian juga tidak akan pernah membuat mudarat kepada-Nya, meskipun
kalian meninggalkannya." Ayat-ayat Al-Qur'an yang berkenaan dengan hal
tersebut silih berganti, untuk menjelaskan kepada kita, bahwa ketika
manusia menantang sesuatu yang disampaikan oleh rasul, maka tidak ada
kewajiban bagi rasul itu, kecuali menyampaikan saja. Firman Allah,
"Dan jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan dengan terang." (An-Nahl: 82)
Pemikiran matematis dan redaksi hokum pun terus menetang hal yang terkait dengan maksud di atas, Allah berfirman,
"Jika mereka berpaling, maka katakanlah: Aku telah menyampaikan kepada
kamu sekalian terus terang. Dan aku tidak mengetahui apakah ancaman itu
sudah dekat atau masih jauh? Sesungguhnya Dia mengetahui perkataan (yang
kamu ucapkan) dengan terang-terangan dan Dia mengetahui apa yang kamu
rahasiakan. Dan aku tiada mengetahui boleh jadi hal itu (penundaan
adzab) cobaan bagi kamu atau menjadi kesenangan sampai kesuatu waktu.
(Muhammad) berkata: Ya Tuhanku berilah keputusan dengan adil. Dan Tuhan
kami adalah Tuhan yang Maha Pemurah lagi yang dimohon pertolongan-Nya
terhadap apa yang kamu katakan. "(AI-Anbiyaa': 109-112)
"Jika mereka
berpaling, maka katakanlah: Aku telah menyampaikan kepada kamu sekalian
terus terang" Artinya: Jika mereka menantangmu, maka katakanlah kepada
mereka -sekarang juga- kita akan berpisah setelah sama-sama mengetahui
kebenaran, agar mereka memikul dosa-dosa mereka sendiri. Saya berharap
para agamawan Kristen membandingkan redaksi ini dengan redaksi yang yang
dikatakan oleh Paulus sang rasul yang bodoh, plin-plan, dan munafik,
yang berbicara seperti orang gila, menurut pengakuan dirinya sendiri. Di
dalam Al-Qur'an, kata "berpaling" disebutkan sebanyak 33 kali. Kata
tersebut telah membuat diri kita tertunduk menangis kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala, karena kita lalai dalam melaksanakan hak-Nya.
Oleh karena itu misi yang dibawa oleh rasul, hanyalah sebatas
melaksanakan perintah Allah semata, dan hanyalah melaksanakan tugas
tersebut dengan ketekunan dan kekhusyu'an, hingga pada tingkatan
bergetarnya jiwa dan raga secara bersamaan, seperti firman Allah kepada
rasul-Nya,
"Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan
segala yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang
musyrik." (Al-Hijr: 94)
Inilah sebuah perintah yang dapat
menggetarkan rasul dan para pengikutnya, sehingga hati dan lisan pun
sulit mengungkapkan kalimat "Maka sampaikanlah olehmu secara
terang-terangan", yang tidak mungkin bagi kita memahami arti kalimat
tersebut, kecuali setelah menghubungkannya dengan firman Allah, yang
menggambarkan refleksi turunnya wahyu kepada gunung-gunung, firman
Allah,
"Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur 'an ini kepada sebuah
gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan
takut kepada Allah. Dan perumpainaan-perurnpamaan itu Kami buat untuk
manusia supaya mereka berftkir." (Al-Hasyr: 21)
Biarkanlah para agamawan Kristen merenungi kalimat "supaya mereka berfikir" maksud ayat tersebut!
Pertanyaan yang terlontar sekarang! Apakah Nabi Muhammad berusaha
mencari kemuliaan diri dan menarik simpati orang lain, seperti yang
Paulus lakukan? Inilah firman Allah di dalam Al-Qur'an,
"Katakanlah:
Upah yang aku minta kepadamu, adalah untuk kamu. Upahku hanya dari
Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Saba': 47)
Seperti
yang telah kita ketahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'alalah yang langsung
memberikan ganjaran pahala kepada para rasul. Adapun ganjaran orang
yang beriman akan kembali ke dirinya sendiri. Dialah orang yang akan
memanfaatkan ganjaran keimanannya dan keselamatan akhirat yang
diharapkannya, yaitu dengan tercapainya tujuan dari penciptaan makhluk
di dunia ini, yang tercermin dari: Iman yang didasari oleh akal.
Maksudnya adalah Iman orang yang berakal dan melaksanakan aturan/syariat
(pentingnya melaksanakan amal saleh). Pelaksanaan syariat bukanlah
sesuatu yang dibuat oleh manusia, namun itu adalah perintah dan hukum
Allah Subhanahu wa Ta'ala yang wajib kita ikuti, bagi setiap hamba yang
beriman kepada-Nya. Inilah perkataan Allah kepada Musa Alaihis Salam:
[16] Pada hari ini Tuhan, Allahmu, memerintahkan engkau melakukan
ketetapan dan peraturan ini; lakukanlah semuanya itu dengan setia,
dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu. (Ulangan26:16)
Kita
kembali membahas Paulus sang Rasul (atau Paulus seorang hawari [murid
Isa]), dia berupaya menolak segala tuduhan kebohongan terhadap dirinya
dalam berbagai surat.
[31] Allah, yaitu Bapa dari Yesus, Tuhan kita,
yang terpuji sampai selama-lamanya, tahu, bahwa aku tidak berdusta. (2
Korintus 11:31)
[20] Di hadapan Allah kutegaskan: Apa yang kutuliskan kepadamu ini benar, aku tidak berdusta. (Galatia 1:20)
[7] Untuk kesaksian itulah aku telah ditetapkan sebagai pemberita dan
rasul -yang kukatakan benar dan aku tidak berdusta- dan sebagai pengajar
orang-orang yang bukan Yahudi, dalam iman dan kebenaran. (Timotius 2:7)
Beginilah Paulus membela dirinya sepanjang surat yang telah dibuatnya,
dia mengaku bahwa dia tidak berbohong sama sekali, dia pun
mempertahankan kebodohannya, seperti yang kita lihat pada ayat-ayat
sebelumnya, sebagaimana Paulus meminta kepada orang-orang tentang
prediksi kebodohannya.
[1] Alangkah baiknya, jika kamu sabar terhadap kebodohanku yang kecil ini. Memang kamu sabar terhadap aku! (2 Korintus 11:1)
Jadi, risalah menurut Paulus hanyalah sekadar persaingan dan perlombaan
dalam menafsirkan teks-teks Injil, dengan para pendusta lainnya,
seperti dalam teks berikut ini:
[12] Tetapi apa yang kulakukan, akan
tetap kulakukan untuk mencegah mereka yang mencari kesempatan guna
menyatakan, bahwa mereka sama dengan kami dalam hal yang dapat
dimegahkan/dibanggakan. [13] Sebab orang-orang itu adalah rasul-rasul
palsu, pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul
Kristus. (2 Korintus 11:12-13)
Oleh karena itu, Paulus selalu
menuduh orang lain berdusta, dan nabi palsu, dengan tujuan -masih
menurut pandangannya- membanggakan dan mengaktualisasikan diri sendiri
menurut pandangan kontemporer. Maka dari itu, risalah/misi menurut
pandangan Paulus hanyalah sekadar perang pemikiran dengan orang lain,
untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri (apa yang kulakukan, akan tetap
kulakukan untuk mencegah mereka yang mencari kesempatan guna
menyatakan, bahwa mereka sama dengan kami dalam hal yang dapat
dimegahkan/dibanggakan}.
Inilah sekilas pandang mengenai Paulus
sang Murid (bukan sang rasul), sosok pembentuk akidah Kristen, seperti
yang kita lihat sekarang ini. Lihadah bagaimana dia menggambarkan diri
dan sifatnya. Nah, adakah seorang rasul yang berkata kepada kaumnya,
"Sungguh aku telah menjadi bodoh tetapi kamu yang memaksa aku!"
"Alangkah baiknya, jika kamu sabar terhadap kebodohanku!" "Aku berkata
seperti orang gila!" "Namun di dalam segala hal aku tidak kalah terhadap
rasul-rasul yang luar biasa itui" "Meskipun aku tidak berarti sedikit
pun!" "Aku tidak berdusta!"
Dia pun berupaya untuk mendapatkan
kemuliaan dirinya sendiri, "Sebenamya aku harus kamu puji!" Dia juga
senantiasa bertindak munafik di hadapan manusia agar menguasai mereka,
sampai-sampai dia rela menampilkan dirinya seakan-akan dia seorang
penyembah berhala, "Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum
Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum
Taurat!" Dia ingin menaklukkan orang-orang sekalipun harus membayar
mahal, sekalipun harus berpura-pura menjadi penyembah berhala, kafir dan
hidup tanpa hukum/syariat! Mungkinkah orang seperti Paulus ini dapat
dikategorikan sebagai seorang rasul? Firman Allah,
"...Tidak adakah di antara kamu yang berakal?" (Hud: 78)
Lalu, apakah konpensasinya? Di dalam Al-Qur'an Allah menjelaskan risalah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam,
"Dan dia tidak menuturkan (Al-Qur'an) menurut hawa nafsunya. la
(Al-Qur'an) tiada lain kecuali wahyu yang di wahyukan. Yang mengajarinya
(Jibril) yang sangat kuat." (An-Najm: 3-5)
Saya berharap sekali
agamawan Kristen membaca lagi ayat-ayat di atas beberapa kali, agar
mereka dapat memahami artinya. Sadarkah para agamawan Kristen itu, bahwa
seorang rasul tidak menuturkan menurut hawa nafsunya? Bahwa yang
dibicarakannya itu tiada lain kecuali wahyu yang di wahyukan, dan agama
adalah ilmu yang mengajarinya (Jibril) yang sangat kuat, bukan dengan
takhayul, mitos, kebodohan, kejahilan dan bukan upaya untuk
mengaktualisasikan diri.
Jika kita berbicara mengenai surat
Paulus, kita tidak menemukan kata "wahyu", kecuali hanya sekali (Roma
11: 4). Itu pun karena dia berbicara tentang Nabi Elia, bukan tentang
dirinya sendiri. Apakah para pembohong ini memperhatikan hal tersebut?
Ketahuilah, bahwa seorang rasul sudah seharusnya dibimbing oleh wahyu
Tuhan yang benar dalam setiap ucapannya. Firman Allah,
"Aku
tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: Apakah
sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Maka apakah kamu tidak
menukirkan(nya)?" (Al-An'am:50)
Saya sangat berharap para
pembohong ini mau membaca ayat-ayat di atas berulang kali, sehingga
mereka sadar akan kebenaran yang mereka yakini dan mengetahui apa
sebenarnya esensi wahyu Tuhan yang benar itu. Oleh karena itu,
permasalahan agama adalah permasalahan ilmiah yang dapat dicerna oleh
akal dan logika, bukan permasalahn yang dipenuhi dengan kebodohan dan
kejahilan. "Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?"
Renungan
Seperti yang telah kita lihat -pada alenia-alenia di atas- bahwa
Paulus, hanyalah salah seorang penyebar Injil, atau malah merupakan
salah seorang penafsir Injil perdana. Dia pun mengakui hal itu secara
terang-terangan, dan juga mengakui bahwa dia tidak berbicara atas nama
wahyu yang turun dari langit, melainkan berbicara atas dasar kebudayaan
yang dianutnya yang berkembang pada saat itu (tanpa melihat
kebodohannya, yang diakuinya sendiri). Dan, yang kita ketahui -sekarang
ini- bahwa Paulus telah menulis empat belas surat (jika kita menganggap
dialah penulis surat kepada kaum Ibrani itu), yang telah dimasukkan
seluruhnya ke dalam Alkitab, yang nantinya -melalui keputusan Dewan
Tinggi Gereja- dinyatakan sebagai dasar ajaran Kristen dalam formatnya
sekarang ini. Pauluslah yang menentukan ketuhanan Al-Masih[b], dia juga
yang menyatakan Al-Masih anak Tuhan (Trinitas), dia juga yang mengatakan
adanya kesalahan fatal, serta yang mengatakan tentang pengorbanan dan
salib, dan pemyataan lainnya. Inilah bentuk ajaran Kristen yang tidak
lagi bersandarkan pada Al-Masih, akan tetapi bersandarkan pada Paulus.
Pertanyaan yang terlontar sekarang!
Pertama: Bagaimana mungkin seorang agamawan Kristen membiarkan Tafsiran
Paulus (surat-surat Paulus) itu menyusup ke dalam Alkitab (tanpa
melihat kebenarannya) dan menganggap tafsiran tersebut (surat-surat
Paulus itu) sebagai bagian pelengkap dan penyempuma agama Kristen?
Kedua: Bagaimana mungkin para agamawan Kristen membiarkan pandangan
Paulus terhadap agama Kristen, sebagai satu-satunya pandangan yang benar
bagi ajaran Kristen, serta memaksakannya kepada semua orang (pandangan
yang memformat ajaran Kristen seperti sekarang ini). Bahkan pandangan
Paulus tersebut melarang orang-orang memandang Al-Masih dengan pandangan
yang sebenamya!
Ketiga: Apakah pandangan Paulus itu benar dalam memahami dan menafsirkan ajaran Kristen?
Kita perhatikan disini, seandainya para ulama Islam mengikuti konsep
tersebut di atas, maka sudah bisa dipastikan tafsir-tafsir Al-Qur'an
perdana (seperti: Tafsir AthThabari, Qurthubi, Ibnu Katsir dan lainnya)
dinyatakan sebagai bagian dari Al-Qur'an itu sendiri. Ini berarti,
mencampur-adukkan wahyu Ilahi dengan teks buatan manusia. Namun hal
tersebut tidak pernah terjadi dalam ajaran Islam. Begitu juga dengan
sunah nabawiyah (segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam baik berupa perkataan, perbuatan atau
diamnya beliau), bukanlah termasuk dari ayat-ayat Al-Qur'an. Bahkan
sunah nabawiyah tersebut telah digolongkan dalam suatu cabang ilmu
terpisah yang dapat diteliti, diperdalam dan diuji keabsahannya.
Sampai-sampai sunah nabawiyah itu dapat digolong-golongkan berdasarkan
kepada mutawatir atau tingkatan lainnya oleh para ulama dan agamawan
Islam.
Pada umumnya, kejadian seperti ini bukanlah sebuah
keanehan dalam pemikiran Kristen. Karena Injil-injil itu sendiri ditulis
tanpa adanya wahyu dari langit (karena kata "wahyu" tidak disebutkan
sama sekali dalam keempat Injil yang menyatakan cara penulisan
Injil-injil tersebut). Bahkan Injil-injil ini ditulis dalam bentuk
cerita yang mencerminkan pandangan sang penults terhadap kejadian yang
berlangsung pada saat kehidupan Yesus. Ini dapat terlihat dengan jelas
dalam surat Lukas (Injil Lukas). Injil Lukas, tak ubahnya seperti sebuah
surat yang ditulis oleh "Lukas" kepada seseorang yang bernama Teofilus
(At-Tafsir At-Tathbiqi tidak menyebutkan hubungannya dengan Lukas) untuk
menceritakan kepadanya kejadian yang dilihat pada saat itu, seperti
yang ada dalam pembukaan Injilnya yang mengatakan,
[1] Banyak orang
telah berusaha menyusun suatu berita tentang persitiwa-peristiwa yang
telah terjadi di antara kita. [2] Seperti yang disampaikan kepada kita
oleh mereka yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. [3]
Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama
dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan
teratur bagimu, [4] supaya engkau dapat mengetabui, bahwa segala sesuatu
yang diajarkan kepadamu sungguh benar. [5] Pada Zaman Herodas, Raja
Yudea, adalah seorang imam bernama Zakharia dari rombongan Abia.
Isterinya juga berasal dari keturunan Harun, namanya Elisabet. (Lukas
1:1-5)
Bahwa Injil Lukas (Injil ketiga dari Alkitab) mirip dengan
sebuah cerita (yang diriwayatkan oleh Lukas) atas kejadian yang terjadi
pada saat itu tentang kehidupan Yesus. Inilah bentuk penulisan Injil
yang sama dengan injil lainnya -yang diriwayatkan oleh Matius, Markus,
dan Yohanes- yaitu penulisan kisah suatu kejadian yang berlangsung pada
saat Yesus hidup, sesuai dengan riwayat sang penulis, tanpa melalui
wahyu. Dan tidak disebutkan kata "wahyu" secara jelas di keempat Injil
tersebut, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Telah sama-sama
diketahui bahwa penulisan injil dimulai antara tahun 70 dan tahun 115,
dan tidak seorang pun dari para penulis Injil itu mengenal Yesus
Al-Masih atau mendengar pembicaraannya. Begitu pula, Injil pertama kali
ditulis dengan bahasa Yunani, padahal Yesus berbicara dengan bahasa
Aramaik.
Di sisi lain, saat kita melihat ke wahyu dalam
pemikiran Al-Qur'an (Perjanjian Terbaru), maka kita akan mendapatkan
bahwa wahyu teriihat sangat jelas. Tidak ada percampuran ayat dan
misteri di dalamnya. Allah Azza wa Jalla berfirman kepada Rasul-Nya,
"Dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al-Ahzab: 2)
Konsep
wahyu bukanlah pemikiran yang baru dalam agama Islam, akan tetapi
merupakan bentuk hubungan antara Allah dan para Rasul-Nya, sama seperti
hubungan antara langit dan bumi. Oleh karena itu, Allah berfirman kepada
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam agar mengatakan kepada umat
manusia,
"Katakanlah: Aku bukanlah rasul yang pertama di antara
rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku
dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang
diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi
peringatan yang terang." (Al-Ahqaf:9)
Arti rasul dan risalah itu sendiri berbeda di dalam Al-Qur'an, Allah berfirman,
"Dan Kami turunkan Al-Qur 'an dengan sebenar-benamya dan Al-Qur'an itu
telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu,
melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan."
(Al-Israa': 105)
Inilah bahasan singkat tentang wahyu.
Wassalaam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar